PSIKOANALISA
Sejarah
singkat
Teori psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud,
seorang dokter neurologi berkebangsaan Austria. Beliau lahir di Moravia pada
tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Pada
saat Freud berumur 4 tahun, keluarganya mengalami kemunduran ekonomi. Oleh
karena itu, ayah Freud memutuskan untuk membawa pindah Freud sekeluarga untuk
tinggal di Wina. Hampir selama 80 tahun Freud tinggal di Wina dan meninggalkan
kota itu hanya ketika Nazi menyerang Austria. Setelah menamatkan bangku sekolah
menengahnya, Freud memasuki sekolah kedokteran di Universitas Wina pada tahun
1873 dan lulus dengan gelar dokter pada tahun 1881. Freud sesungguhnya tidak
tertarik untuk menjalani praktek sebagai seorang dokter dan lebih tertarik pada
kegiatan penelitian ilmiah. Namun karena desakan keluarga yang meng-haruskannya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya yang semakin bertambah, Freud
akhirnya menjalani praktek tersebut. Di sela-sela prakteknya, Freud menyempatkan
diri untuk melakukan kegiatan penelitian dan menulis dank arena
prestasi-prestasinya tersebut, beliau mendapat reputasi yang kokoh.
Minat Freud pada bidang neurologi menyebabkan beliau
menspesialisasikan diri di bidang perawatan gangguan-gangguan saraf. Untuk
meningkatkan keterampilan-keterampilan teknisnya, Freud belajar selama satu
tahun pada psikiater Perancis bernama Jean Charcot yang menggunakan metode
hipnosis untuk menyembuhkan histeria, namun beliau masih merasa tidak yakin
atas kemanjuran metode ini. Karena itu, ketika Freud mendengar metode yang sama
yang dikembangkan oleh seorang dokter saraf ternama dari Wina, Joseph Breuer,
beliau mencobanya dan melihat bahwa cara itu efektif. Dengan menggunakan metode
hipnosis pada pasien histeria yang ditanganinya, Breuer berhasil membuktikan
bahwa penyebab histeria yang diderita pasiennya itu adalah pengalaman-pengalaman
traumatik tertentu dari si pasien. Metode ini dijalankan di mana pasien dapat
disembuhkan dari simtom-simtom dengan cara meng-ungkapkannya. Breuer dan Freud
kemudian bekerjasama menulis beberapa dari kasus histeria yang berhasil mereka
sembuhkan dengan metode ini—teknik pengungkapan.
Akan tetapi kedua orang tersebut segera berbeda
pandangan mengenai peranan faktor seksual dalam histeria. Freud berpendapat
bahwa konflik-konflik seksual adalah penyebab dari histeria sedangkan Breuer
berpendapat lebih hati-hati. Sejak itu Freud praktis bekerja sendiri untuk
mengembangkan ide-idenya.
Setelah meninggalkan metode hipnosis, Freud mencoba
metode lain, yakni metode sugesti yang dipelajarinya dari Bernheim pada tahun
1889. Dan metode yang terakhir ini pun ternyata tidak memuaskan Freud hingga
akhirnya beliau mengembangkan dan menggunakan metode sendiri yang disebut
metode asosiasi bebas (free association
method). Berbeda dengan metode hipnosis yang menganggap bahwa
pengalaman-pengalaman traumatik yang ada pada pasien histeria perlu dan hanya
bisa diungkapkan ketika pasien dalam keadaan tidak sadar (di bawah pengaruh
hipnosis), metode asosiasi bebas bertumpu pada anggapan bahwa
pengalaman-pengalaman traumatik yang dimiliki pasien bisa diungkapkan dalam
keadaan sadar. Dalam penerapannya, pasien diminta untuk mengemukakan secara
bebas hal-hal apa saja yang terlintas dalam pikirannya saat itu. Hal-hal yang
diungkapkan oleh pasien itu merupakan bahan untuk menggali dan mengungkap
ingatan-ingatan atau pengalaman-pengalaman yang sifatnya traumatik. Metode
asosiasi bebas dengan prinsip atau anggapan yang mendasarinya telah membawa
Freud kepada suatu kesimpulan bahwa ketidaksadaran memiliki sifat dinamis dan
memegang peranan dalam terjadinya gangguan neurotik seperti histeria.
Berbeda dengan Breuer, Charcot, Bernheim, atau para
peneliti pada waktu itu, Freud mulai menempatkan data yang diperoleh dari kegiatan
terapinya dalam kerangka psikologi. Beliau melihat aspek atau mekanisme yang
terlibat dalam kejadian munculnya gangguan neurotik dari sudut psikologi,
bukan dari sudut neurologi atau fisiologi. Dengan demikian, sejak Freud
mengembangkan gagasan dan metode terapinya sendiri, beliau sudah berada dalam
usaha membangun landasan teori/aliran psikoanalisanya. Dapat dikatakan bahwa
metode asosiasi bebas ini merupakan tonggak yang menandai dimulainya
psikoanalisa.
Lebih dari 40 tahun Freud menyelidiki ketidaksadaran
dengan metode asosiasi bebas dan mengembangkan apa yang umumnya dipandang
sebagai teori kepribadian pertama yang komprehensif. Dengan melihat
prestasi-prestasinya yang luar biasa, beliau menjadi salah seorang di antara
tokoh-tokoh yang paling controversial dan berpengaruh pada zaman modern.
Struktur
Kepribadian
Dasar pemikiran teori Freud adalah bahwa sebagian
besar perilaku kita berasal dari proses yang tidak disadari (unconscious processes). Proses yang
tidak disadari itu antara lain pemikiran, rasa takut, dan keinginan-keinginan
yang tidak disadari seseorang tetapi membawa pengaruh terhadap perilakunya.
Pengalaman masa kecil sangat berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Hal
ini yang disebut dengan naluri pembawaan (innate
instinc atau innate motives).
Freud percaya bahwa semua tindakan kita mempunyai sebab, tetapi sebab tersebut
lebih sering berupa motif yang tidak disadari dan bukan berupa sebab rasional
yang menggerakkan perilaku kita.
Freud membagi struktur kepribadian dalam teori
psikoanalisa ke dalam tiga komponen penting, yaitu: id, ego, dan superego. Meskipun masing-masing bagian
ini mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan
mekanis-menya sendiri, mereka berinteraksi satu sama lain hingga sulit dan
hampir tidak mungkin untuk berpisah. Tingkah laku atau perilaku seseorang
merupakan interaksi antara ketiga komponen tersebut; jarang salah satu system
berjalan terlepas dari kedua sistem lainnya.
1.
Id
Id merupakan sistem kepribadian yang asli atau struktur kepribadian yang
paling mendasar, tempat di mana ego dan superego berkembang. Id berisikan
segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir,
termasuk insting-insting. Apabila tingkat tegangan organisme meningkat, entah
sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan-rangsangan yang timbul dari
dalam, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan
dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah, konstan dan
menyenangkan. Id berorientasi pada prinsip kesenangan atau kenikmatan (pleasure principle) atau prinsip reduksi
tegangan. Prinsip kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan sesegera mungkin.
Untuk mendapatkan kesenangan atau kenikmatan, id memiliki dua proses,
yaitu: tindakan refleks dan proses primer. Tindakan refleks adalah
reaksi-reaksi otomatik dan bawaan seperti bersin dan berkedip.
Tindakan-tindakan refleks biasanya dapat langsung mereduksikan tegangan.
Organism dilengkapi dengan sejumlah refleks semacam itu untuk menghadapi
bentuk-bentuk rangsangan yang relatif sederhana. Sementara proses primer
menyangkut suatu reaksi psikologis yang berusaha menghentikan tegangan dengan
membentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut.
Contoh proses primer yang paling mudah adalah mimpi di malam hari, yang
diyakini Freud selalu meng-ungkapkan atau usaha pemenuhan suatu hasrat. Jelas,
proses primer sendiri tidak akan mampu mereduksikan tegangan, karena orang yang
lapar tidak akan dapat memakan khayalan mereka tentang makanan. Karena itu,
suatu proses psikologis baru atau sekunder berkembang dan apabila hal ini
terjadi maka struktur kepribadian kedua terbentuk, yaitu ego.
2.
Ego
Ego merupakan perantara yang menjembatani antara kebutuhan id dan kebutuhan
lingkungan atau dunia luar. Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality principle) di mana manusia
belajar untuk menahan id-nya dengan jalan yang tepat dan memiliki pandangan
yang lebih rasional untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya. Ego merupakan
bagian dari id yang hadir untuk memuaskan kebutuhan id. Seluruh energi atau
dayanya berasal dari id. Ego tidak terpisah dari id dan tidak akan pernah bebas
dari id.
Dalam mencapai kepuasan, ego berdasar pada proses sekunder. Proses sekunder
yang dimaksud adalah berpikir realistis dan rasional. Dengan proses sekunder,
ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana
ini, biasanya melalui suatu tindakan, untuk melihat apakah rencana itu berhasil
atau tidak. Dalam proses sebelumnya yaitu proses primer pada id hanya membawa
pada suatu titik di mana ia mendapat gambaran dari benda yang akan memuaskan
keinginannya. Langkah selanjutnya adalah me-wujudkan apa yang ada di id
tersebut melalui proses sekunder.
3.
Superego
Sistem kepribadian ketiga dan yang terakhir dikembangkan adalah superego.
Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita masyarakat
sebagaimana diterangkan orangtua kepada anak mengenai nilai baik, buruk, benar
dan salah dan dilaksanakan dengan cara memberinya hadiah atau hukuman. Superego
merupakan wewenang moral dari kepribadian; ia mencerminkan yang ideal, bukan
real; memperjuangkan kesempurnaan, bukan kenikmatan. Dengan demikian seseorang
dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui dalam masyarakat.
Superego terdiri dari dua subsistem, yaitu suara hati (conscience) dan ego-ideal. Apa pun yang orangtua katakan salah dan
menghukum anaknya karena melakukan kesalahan tersebut akan cenderung menjadi
suara hati, sementara apa pun yang orangtua setujui dan menghadiahi anak karena
melakukannya akan cenderung menjadi ego-ideal. Anak menerima atau
mengintroyeksikan norma-norma moral dari orangtua. Suara hati menghukum
seseorang dengan membuat-nya merasa bersalah, sementara ego-ideal menghadiahi
seseorang dengan mem-buatnya merasa bangga.
Dengan terbentuknya superego ini, berarti pada diri individu telah
terbentuk kemampuan untuk mengontrol dirinya sendiri (self control) menggantikan kontrol dari orang tua (out control).
Fungsi-fungsi pokok superego adalah (1) merintangi dorongan-dorongan id,
terutama dorongan seksual dan agresif; (2) mendorong ego untuk menggantikan
tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan moralistis; (3) mengejar
kesempurna-an. Superego cenderung menentang baik id maupun ego dan membuat
dunia menurut gambarannya sendiri.
Dinamika
Kepribadian
Freud memandang organisme manusia sebagai suatu
sistem energi yang kompleks, di mana ia memperoleh energinya dari makanan yang
dimakannya dan menggunakannya untuk bermacam-macam hal, seperti: sirkulasi,
pernapasan, gerakan otot, dan lain sebagainya. Freud berpendapat bahwa energi
yang dikeluarkan untuk bernapas atau gerakan otot itu berbeda dengan energi
yang dikeluarkan untuk berpikir atau mengingat sesuatu. Dalam hal ini maka
energi dapat didefinisikan berdasarkan jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan.
Apabila pekerjaannya merupakan kegiatan psikologis, maka energi tersebut
merupakan energi psikis. Berdasarkan doktrin penyimpanan energi, energi dapat
berubah dari energi psikis menjadi energi fisiologis dan sebaliknya. Titik hubungan
atau jembatan antara energi tubuh (fisiologis) dan energi kepribadian (psikis)
adalah id beserta insting-instingnya. Insting-insting ini meliputi seluruh
energi yang digunakan oleh ketiga struktur kepribadian (id, ego, dan superego)
agar dapat menjalankan fungsinya. Dinamika kepribadian berkaitan dengan proses
pemuasan insting, pendistribusian energi psikis, dan dampak dari
ketidak-mampuan ego untuk mereduksi ketegangan pada saat berinteraksi dengan
dunia luar yang disebut kecemasan (anxiety).
1.
Insting
Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikiologis dari suatu sumber
rangsangan somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya
disebut hasrat sedangkan rangsangan
jasmaniah dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Hasrat berfungsi sebagai motif bagi tingkah laku
sementara insting dilihat sebagai faktor-faktor pendorong kepribadian. Insting
tidak hanya mendorong tingkah laku tetapi juga menentukan arah yang akan
ditempuh oleh tingkah laku tersebut. Dengan kata lain, insting menjalankan
kontrol selektif terhadap tingkah laku dengan meningkatkan kepekaan orang
terhadap jenis-jenis stimulasi tertentu.
Insting adalah suatu berkas atau butir energi psikis atau seperti yang
dikatakan Freud “Suatu ukuran tuntutan pada jiwa untuk bekerja”. Insting dapat
dianggap sebagai dinamo yang memberikan daya psikologis untuk menjalankan
bermacam-macam kegiatan kepribadian. Daya ini berasal dari proses-proses
metabolik di dalam tubuh.
Insting mempunyai empat ciri khas, yakni: sumber, tujuan, objek, dan impetus.
Sumber didefinisikan sebagai kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tujuan insting
adalah mereduksi ketegangan (tension
reduction) yang dialami seseorang sehingga ia dapat kembali pada keadaan
semula (keadaan sebelum timbulnya insting). Misalnya insting lapar memiliki
tujuan untuk menghilangkan rasa lapar yang dipenuhi dengan memakan suatu
makanan. Objek adalah benda atau kondisi tertentu yang akan memuaskan kebutuhan
dan juga seluruh tingkah laku yang berfungsi untuk mendapatkan benda atau kondisi
yang diperlu-kan. Impetus insting adalah daya atau kekuatan yang ditentukan
oleh intensitas kebutuhan yang mendasarinya.
Menurut Freud tentang insting-insting, sumber, dan tujuan insting akan
tetap konstan selama hidup, kecuali jika sumber tersebut diubah atau
dihilangkan akibat pematangan fisik. Insting-insting baru dapat muncul dengan
berkembangnya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah yang baru.
Freud mengklasifikasikan insting ke dalam dua kelompok, yaitu:
1.
Insting hidup,
merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku secara
positif atau konstruktif, berfungsi untuk melayani tujuan manusia agar tetap
hidup dan mengembangkan rasanya.
2.
Insting mati,
merupakan insting-insting merusak (destruktif). Insting ini melaksanakan
tugasnya secara sembunyi-sembunyi. Freud meng-asumsikan bahwa orang empunyai
hasrat, yang tentu saja biasanya tidak disadari, untuk mati. Menurut Freud,
kehidupan hanyalah jalan memutar ke arah kematian.
2.
Distribusi dan penggunaan energi psikis
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis didistribusi-kan
serta digunakan oleh id, ego, dan superego. Karena jumlah energi terbatas, maka
akan terjadi semacam persaingan di antara ketiga sistem itu dalam penggunaaan
energi tersebut.
Id memiliki semua energi dan menggunakannya untuk gerakan refleks dan
pemenuhan hasrat melalui proses primer. Kedua kegiatan ini mengabdi pada
prinsip kenikmatan di mana id bekerja. Penggunaan energi untuk menghasilkan
suatu gerakan atau gambaran yang akan memuaskan insting disebut dengan pemilihan-objek atau kateksis-objek insting. Karena energi id
sangat mudah berubah, ia mudah dipindahkan dari satu gerakan atau gambaran ke
gerakan atau gambaran lain. Sifat mudah dipindahkan ini disebabkan karena id
tidak mampu mengadakan diskriminasi secara cermat di antara objek-objek, karena
objek-objek yang berbeda tersebut di-perlakukan seolah-olah sama. Id
menggunakan energi ini untuk memperoleh kenikmatan (pleasure principle) melalui; (1) gerakan refleksi; (2) proses
primer (menghayal atau berfantasi).
Ego tidak mempunyai sumber energi sendiri, maka ia harus me-minjamnya dari
id. Pengalihan energi dari id ke proses-proses yang mem-bentuk ego terlaksana
melalui suatu mekanisme yang disebut identifikasi.
Identifikasi yang dimaksud di sini adalah pencocokan antara suatu per-wujudan
mental dengan kenyataan fisik, antara yang ada di dalam batin dan yang ada di
dunia luar. Ego menggunakan energi untuk keperluan; (1) memuaskan dorongan atau
insting melalui proses sekunder, (2) meningkatkan perkembangan aspek-aspek
psikologi, (3) mengekang atau menangkal id agar tidak bertindak impulsif atau
irasional, dan (4) menciptakan integrasi di antara ketiga sistem kepribadian
dengan tujuan agar tercipta keharmonisan, sehingga dapat melakukan transaksi
dengan dunia luar secara efektif.
Seperti halnya ego, mekanisme identifikasi juga berlaku untuk superego.
Dalam hal ini orangtua memainkan peran pendisiplin; mereka mengajarkan anak
tentang aturan moral dan nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat
tempat ia dibesarkan. Mereka melakukan hal itu dengan menghadiahi anak bila ia
melakukan sesuatu hal yang benar dan menghukumnya bila ia melakukan kesalahan.
Dengan demikian, anak belajar mengidentifikasi, yakni belajar mencocokkan
tingkah lakunya dengan apa yang diijinkan dan dilarang oleh orangtuanya.
3.
Kecemasan
Reaksi umum individu terhadap ancaman-ancaman rasa sakit dan perusakan dari
luar yang tak siap ditanggulanginya merupakan sebuah ketakutan. Tidak dapat
menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka
ego akan diliputi kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan tegang. Ia tidak
timbul dari kondisi-kondisi di dalam tubuh, melainkan ditimbulkan oleh
sebab-sebab dari luar. Fungsi kecemasan adalah memperingatkan individu akan
adanya suatu bahaya. Apabila timbul kecemasan, maka ia akan memotivasikan
dirinya untuk melakukan sesuatu mengatasi kecemasan tersebut.
Freud membedakan tiga macam kecemasan, yakni kecemasan realitas, kecemasan neurotik,
dan kecemasan moral. Kecemasan
realitas merupakan rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar. Kecemasan
neurotik adalah rasa takut yang muncul karena suatu pikiran bahwa insting bisa
saja lepas kendali dan menyebabkannya berbuat sesuatu yang melanggar hukum.
Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri
melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin didapatkannya apabila suatu
insting dipuaskan. Kecemasan moral adalah rasa takut terhadap suara hati atau
rasa takut karena merasa bersalah. Kecemasan neurotik dan kecemasan moral
berasal dari kecemasan realitas.
Perkembangan
kepribadian
Freud mungkin merupakan psikolog pertama yang
menekankan aspek-aspek perkembangan kepribadian, terutama menekankan peranan
dalam menentukan tahun-tahun awal masa bayi dan kanak-kanak dalam meletakkan
struktur watak dasar sang pribadi. Freud berpendapat bahwa kepribadian telah
cukup terbentuk pada akhir tahun kelima dan bahwa perkembangan selanjutnya
sebagian besar hanya merupakan elaborasi terhadap struktur dasar itu.
Kesimpulan ini berdasarkan pengalaman-pengalamannya dengan pasien-pasien yang
menjalani psikoanalisis. Eksplorasi-eksplorasi mental mereka menjurus ke arah
pengalaman-pengalaman awal masa kanak-kanak yang ternyata berperanan dalam
menentukan berkembangnya neurosis di kemudian hari.
Kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat
sumber tegangan pokok yaitu: (1) proses-proses pertumbuhan fisiologis, (2)
frustasi-frustasi, (3) konflik-konflik, dan (4) ancaman-ancaman. Sebagai akibat
langsung dari meningkatnya tegangan yang ditimbulkan oleh sumber-sumber ini,
individu mempelajari cara-cara baru dalam mereduksi tegangan. Proses belajar
inilah yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian. Identifikasi dan pemindahan
(displacement) adalah dua cara yang
digunakan individu untuk belajar mengatasi frustasi-frustasi, konflik-konflik
dan kecemasan-kecemasan.
1.
Identifikasi
Identifikasi didefinisikan sebagai metode yang
digunakan orang untuk mengambil alih ciri-ciri orang lain dan menjadikannya
bagian yang tak terpisah-kan dari kepribadiannya sendiri. Orang belajar
mereduksikan tegangan dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang
lain. Freud lebih suka memaki istilah identifikasi
daripada imitasi karena menurutnya
imitasi mengandung arti sejenis peniruan tingkah laku yang bersifat dangkal
sementara ia menginginkan suatu kata yang mengandung perngertian tentang
sejenis pemerolehan (acquisition) yang kurang lebih bersifat permanen pada
kepribadian.
Pada tahun masa kanak-kanak awal, seorang anak
mengidentifikasikan diri dengan orangtuanya karena orangtunya tampak. Ketika
anak-anak bertambah besar, mereka menemukan orang-orang lain yang prestasinya
lebih sejalan dengan hasrat baru mereka untuk diidentifikasi. Setiap masa
mempunyai tokoh identifikasinya masing-masing. Namun, orang tidak perlu
mengidentifikasikan diri dengan orang lain pada semua aspeknya. Biasanya orang
memilih dan hanya mengambil hal-hal yang dirasakannya akan menolong untuk
mencapai tujuan yang diinginkannya.
Pemindahan
Apabila objek asli yang dipilih insting tidak dapat
dicapai karena adanya rintangan baik dari luar maupun dari dalam, maka suatu
kateksi yang baru akan terbentuk, kecuali jika terjadi suatu represi yang kuat.
Apabila kateksis yang baru itu juga terhalang, maka akan terjadi pemindahan
lain, demikian seterusnya sampai ditemukan ojek yang mampu mengurangi tegangan
yang tak tersalurkan. Sepanjang rangkaian pemindahan, sumber dan tujuan insting
tetap, hanya objeknya yang berubah-ubah.
2.
Mekanisme pertahanan ego
Mekanisme pertahanan ego merupakan proses mental
yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan dilakukan melalui dua
karakteristik khusus yaitu : (1) tidak disadari dan (2) menolak,
memalsukan atau mendistorsi (mengubah) kenyataan. Mekanisme pertahanan ini
dapat juga diartikan sebagai reaksi-reaksi yang tidak disadari dalam upaya
melindungi diri dari emosi atau perasaan yang menyakitkan seperti cemas dan
perasaan bersalah.
Jenis-jenis mekanisme pertahanan ego itu adalah sebagai
berikut:
1.
Represi
Represi merupakan proses penekanan dorongan-dorongan ke
alam tak sadar. Anna Freud mengartikan ketidakmampuan untuk mengingat kembali
situasi, orang atau peristiwa yang menakutkan. Represi merupakan mekanisme
pertahanan dasar yang terjadi ketika memori, pikiran atau perasaan yang
menimbulkan kecemasan ditekan keluar dari kesadaran oleh ego.
2.
Projeksi
Projeksi merupakan pengendalian pikiran, perasaan,
dorongan diri sendiri kepada orang lain. Dapat juga diartikan sebagai mekanisme
perubahan kecemasan neurotik dan moral dengan kecemasan realistik. Projeksi
memungkinkan orang untuk mengatakan dorongan yang mengancamnya dengan
menyamarkanya sebagai pertahanan diri. Projeksi bertujuan untuk mengurangi
pikiran atau perasaan yang menimbulkan kecemasan.
3.
Pembentukan
Reaksi (Reaction Formation)
Pembentukan reaksi atau reaksi formasi ialah suatu
mekanisme pertahanan ego yang mengantikan suatu impuls atau perasaan yang
menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadarannya. Bertujuan
untuk menyembunyikan pikiran dan perasaan yang dapat menimbulkan kecemasan.
Mekanisme ini biasanya ditandai dengan sikap atau perilaku yang berlebihan atau
bersifat kompulsif, biasanya dari perasaan yang negatif ke positif meskipun
kadang-kadang terjadi dari negatif ke positif.
4.
Pemindahan Objek
(Displacement)
Displacement adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang
mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang
yang sesungguhnya. Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang
menimpa seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.lebih lanjut
dikatakan pemindahan objek ini merupakan proses pengalihan perasaan (biasanya
rasa marah) dari objek (target) asli ke objek pengganti.
5.
Faksasi
Faksasi ini merupakan mekanisme
yang memungkinkan orang mengalami kemandegan dalam perkembangannya, karena
cemas untuk melangkah ke perkembangan berikutnya. Faksasi ini
bertujuan untuk menghindari dari situasi-situasi
baru yang dipandang berbahaya atau mengakibatkan
frustasi.
6.
Regresi
Regresi adalah kembali ke masa-masa di mana
seseorang mengalami tekanan psikologis.
7.
Rasionalisasi
Rasionalisasi ialah mencari pembenaran atau alasan bagi
prilakunya, sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang
sebenarnya.
8.
Sublimasi
Sublimasi adalah mengubah berbagai rangsangan yang tidak
diterima, apakah itu dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuk
lainnya, ke dalam bentuk-bentuk yang bisa diterima secara sosial.
9.
Identifikasi
Identifikasi ini juga merupakan satu cara untuk mereduksi
ketegangan. Identifikasi ini dilakukan kepada orang-orang yang dipandang sukses
atau berhasil dalam hidupnya.
3.
Tahap perkembangan
Freud
membagi tahap perkembangan kepribadian menjadi lima, yaitu:
1.
Tahap Oral
Tahapan ini berlangsung selama 1-2 tahun pertama
kehidupan. Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di
sini, yaitu menggigit dan menelan makanan.
2.
Tahap Anal
Tahapan ini berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun.
Setelah makanan dicernakan, maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah dari usus
dan secara reflex akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar
dubur mencapai taraf tertentu.
3.
Tahap Phalic
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi
pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan
mulai berfungsinya organ-organ genital. Tahap ini terjadi selama umur 3 sampai 6 tahun.
4.
Tahap Latency
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira usia 6 tahun sampai
11 tahun. Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan
kecerdasan (masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan
mengendap, tidak lagi aktif dan menjadi laten.
5.
Tahap Genital
Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari
umur 11 tahun ke atas. Kateksis-kateksis
dari masa-masa pragenital bersifat narsisistik. Hal ini berarti bahwa individu
mendapatkan kepuasan dari stimulasi dan manipulasi tubuhnya sendiri sedangkan
orang lain dikateksis hanya karena membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan
kenikmatan tubuh bagi anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar