I.
Definisi
Kepribadian Adler
Alfred Adler merupakan salah satu tokoh psikoanalisis yang
mengembangkan metodenya sendiri. Alfred Adler berpendapat bahwa manusia pada
dasarnya merupakan makhluk sosial. Manusia selalu menghubungkan dirinya dengan
orang lain, ikut dalam kerjasama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial di
atas kepentingan diri sendiri. Sumbangan teori keribadian Adler yaitu: Dorongan
sosial adalah sesuatu yang di bawa sejak lahir; konsep mengenai diri kreatif;
dan keunikan tentang kepribadian. Alfred Adler berpendapat bahwa setiap orang
merupakan konfigurasi unik dari motif-motif, sifat-sifat, minat-minat dan
nilai-nilai. Berikut merupakan hasil dari pemikiran Adler tentang kepribadian.
Teori-teori psikoanalitik merupakan teori kepribadian yang
dilandaskan atas dasar biologis manusia. Selain atas dasar biologis, teori
kepribadian juga dilandaskan oleh pengaruh sosial. Menurut ilmu-ilmu sosial,
individu merupakan produk dari masyarakat dimana ia hidup. Kepribadian orang
lebih dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya (Hall & Lindzey 1993:238).
Salah satu tokoh yang memandang kepribadian merupakan bentukan sosial adalah Alfred
Adler, sehingga Alfred Adler dianggap sebagai bapak psikologi sosial baru (Hall
& Lindzey 1993:238).
II.
Struktur Kepribadian
·
Finalisme
Fiktif
Adler
terpengaruh filsafat hans Vaihinger yang mengembangkan gagasan akan gamabaran
fiktif. Gambaran-gambaran fiktif ini misalnya: “semua manusia diciptakan
sama”; “kejujuran adalah politik yang paling baik”; “tujuan membenarkan
sarana”, dan lain-lain.
Adler
menemukan ide bahwa manusia lebih dimotivasi oleh harapan-harapannya tentang
masa depan daripada masa lampau. Misalnya apabila orang percaya bahwa ada surga
bagi orang baik dan neraka bagi orang jahat, maka perilaku akan terdorong oleh
kepercayaan-kepercayaan tersebut. Tujuan akhir itu berupa suatu fiksi
yang tidak mungkin secara realistis dilakukan.
·
Perjuangan
ke arah Superioritas
Adler
memberi kesimpulan bahwa agresif itu lebih penting dari pada seksualitas.
Kemudian impuls agresif itu diganti dengan “hasrat dan kekuasaan”. Karena itu
tujuan akhir manusia menurut Adler yaitu : Menjadi Agresif, menjadi berkuasa,
dan menjadi superior. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Ia
merupakan dorongan kuat ke atas. Perjuangan ini sifatnya bawaan, dan merupaka
bagian dari hidup. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu
membawa sang pribadi dari satu tahap perkembangan ke perkemabangan lainnya.
·
Inferoritas dan Kompensasi
Adler
mengemukakan bahwa yang menentukan letak gangguan tertentu adalah inferoritas
dasar pada bagian itu, suatu inferoritas yang timbul karena hereditas
maupun karena kelainan sesuatu dalam perkembangan. Selanjutnya ia mengamati
orang cacat sering kali mengkompensasikan kelemahan itu dengan jalan memperkuat
latihan secara intensif, misalnya Theodore Roosevelt yang lemah pada
masa mudanya, tetapi berkat latihan yang sistematik akhirnya menjadi orang yang
berfisik tegap.
Perasaan
inferoritas merupakan perasaan yang muncul akibat kekurangan psikologis
atau sosial yang dirasakan secara subjektif maupun yang muncul dari
kelemahan atau cacat tubuh. Adler menyatakan inferoritas dengan “feminitas”
dan kompensasinya disebut “protes maskulin”.
Adler
menyatakan bahwa inferiritas bukan suatu tanda abnormalitas; melainkan penyebab
segala bentuk penyempurnaan dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, manusia
di dorong oleh kebutuhan untuk mengatasi inferoritasnya dan ditarik
hasrat menjadi superior. Bagi Adler tujuan hidup adalah kesempurnaan bukan
kenikmatan.
III.
Proses Terbentuknya Teori
Kepribadian Adler
Masa kanak-kanak awal diwarnai dengan penyakit yang Adler
derita, ketakutan akan kematian, juga iri terhadap saudara laki-laki dia(abang). Adler
mendeita penyakit Rakhitis yang membuat dia tidak dapat bermain dengan teman-teman sebayanya. Saat berumur 3 tahun, adik dari Adler yang tidur
di sebelah tempat tidurnya meninggal dunia. Saat berumur 4 tahun, Adler
juga hampir meninggal dikarenakan penyakit Pneumonia. Hal ini menjadi motivasi Adler kecil untuk menjadi
seorang dokter.
Sejak kecil
Adler lebih dekat terhadap ayahnya dibandingkan dengan ibunya, oleh karena itu pengalaman dari Adler secara tidak langsung menolak akan teori Freud. Adler
merasa iri terhadap abangnya yang memiliki kesehatan dan keahlian olahraga yang lebih.
Adler membandingkan dirinya dan anak-anak yang, dan merasa rendah diri karena melihat semua teman sebayanya yang terlihat lebih sehat daripada dirinya. Sebagai hasilnya, dia bekerja keras untuk mengatasi perasaan rendah dirinya serta ingin mengatasi kekurangannya dalam hal fisik. Ketika dia berhasil mengatasi kekurangannya ini dan dapat meraih kemenangan dalam sebuah permainan maupun olahraga, dia mendapat pengakuan dari teman-teman sekitarnya. Dia mengembangkan hubungan pertemananannya ini dan terus memelihara hubungan pertemanannya ini sepanjangan hidupnya.
Di sekolahnya(sekolah yang sama dengan Freud) Adler
terlihat biasa-biasa saja. Gurunya memberikan saran pada
orang tuanya, agar Adler dapat menjadi seorang pembuat sepatu. Akan tetapi
Adler tetap bersikeras untuk belajar, sehingga seorang Adler yang
tadinya dikenal sebagai siswa gagal menjadi siswa terbaik di kelasnya.
Jika kita lihat secara global, masa
kecil dari
Alfred Adler dipenuhi dengan tragedi.
Adler menulis tentang Organ
Inferiority, karangan yang menyebabkan putus hubungannya dengan Freud,
teori tentang adanya inferiority karena sifat manusia yang ingin mengatasi
kekurangan fisiknya, bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki kelemahan
organis dan inferioritas hadir dalam diri setiap manusia. Dengan kelemahan
inilah manusia melakukan kompensasi yaitu menutupi kelemahannya.
Teori Adler
berpendapat bahwa dorongan seseorang untuk mencapai kesempurnaan (striving for perfection) yang menentukan
siapa manusia itu sekarang, dan masa lalu tidak sepenuhnya menciptakan style of life. Pengalaman merupakan contoh dari teori kepribadian yang dia ciptakan, mengatasi kelemahannya di masa
kecil dan
rasa rendah diri yang dapat membentuk masa
depannya.
IV.
Perkembangan Kepribadian Menurut Alfred Adler
Perkembangan Kepribadian menurut Alfred Adler bukan mencakup
perkembangan usia pada perseorangan (Personal). Tetapi, Adler mengelompokkan perkembangan Kepribadian melalui Birth Order (Urutan Kelahiran).
Kepribadian Menurut Urutan
Kelahiran
Adler menganggap, urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai
peranan penting dalam membentuk kepribadian seseorang, urutan-urutan tersebut
mempunyai perbedaan-perbedaan dalam menginterpretasikan setiap pengalaman yang
didapat.
·
Anak Sulung
Keadaaan menjadi anak sulung,
akan membentuk beberapa efek atau dampak
yang mempengaruhi terhadap kepribadian anak tersebut. Adler menggambarkan; anak
sulung mendapat perhatian yang utuh dari orangtuanya, sampai perhatian itu
terbagi saat ia mendapatkan adiknya. Perhatian dari orang tua cenderung membuat
anak memiliki perasaan mendalam untuk menjadi superior atau kuat, kecemasan
tinggi dan terlalu dilindungi. Saat kelahiran adiknya, menimbulkan dampak
traumatik kepada anak sulung yang turun tahta sebagai anak tunggal. Peristiwa
ini mengubah situasi dan mengubah cara pandangnya terhadap dunia sekitarnya.
Pembentukan
kepribadian setelah kelahiran adiknya dapat membentuk tanggung jawab kepada
orang lain, melindungi orang lain, atau bahkan merasa sebaliknya, ia dapat
menjadi merasa tidak aman dan miskin interes sosial. Bila kelahiran tersebut
berjarak 3 tahun atau lebih, maka ia akan marah karena ia harus mengakui
adiknya, beberapa faktor yang telah dimiliki oleh pengalaman sebelumnya
bergabung sebagai interpretasi pengalamannya, bila persiapan dan interes
sosialnya baik maka ia akan mengembangkan sikap kooperatif dan ia akan memakai
gaya kooperatif itu kepada adiknya. Bila kelahiran adiknya sebelum dia berusia 3 tahun maka
kemarahan dan kebencian itu semakin besar dan tidak disadari. Sikap itu menjadi
resisten dan sulit diubah pada orang dewasa.
·
Anak Kedua
Anak kedua biasanya memulai
hidup dalam situasi yang lebih baik untuk mengembangkan kerjasama dan minat
sosial. Pada tahap tertentu, kepribadian anak dibentuk melalui pengamatannya
terhadap sikap kakanya. Jika sikap kakaknya penuh kemarahan dan kebencian, anak
kedua mungkin menjadi sangat kompetitif, atau menjadi penakut dan sangat kecil
hati. Umumnya anak kedua tidak mengembangkan kedua arah itu, tetapi masak
dengan dorongan kompetisi yang baik, memiliki keinginan yang sehat untuk
mengalahkan kakaknya. Jika dia banyak mengalami keberhasilan, anak akan mengembangkan sikap
revolisioner dan merasa bahwa otoritas itu dapat dikalahkan.
·
Anak Bungsu
Anak
bungsu seringkali dimanja, sehingga beresiko tinggi menjadi anak
bermasalah. Mudah terdorong pada perasaan inferior yang kuat dan tidak
mampu berdiri sendiri. Namun demikian ia mempunyai banyak keuntungan, ia termotivasi untuk selalu mengungguli
kakak-kakaknya dan menjadi anak yang ambisius.
·
Anak Tunggal
Anak tunggal mempunyai posisi unik dalam berkompetisi, tidak dengan
saudara-saudaranya melainkan dengan kedua orangtuanya. Mereka sering
mengembangkan perasaan superior berlebihan, konsep diri rendah dan perasaan
bahwa dunia adalah tempat yang berbahaya bila kedua orangtuanya terlalu menjaga
kesehatannya. Adler menyatakan bahwa anak tunggal mungkin kurang baik
mengembangkan kerjasama dan minat sosial, memiliki sifat parasit, dan mengharapkan perhatian untuk melindungi
dan memanjakannya.
V.
Psikopatologi
menurut Adler
Inferiority feelings adalah salah satu dari banyak
istilah dari psikologi yang telah muncul ke dalam penggunaan sehari-hari. Adler
percaya bahwa perasaan rendah diri selalu hadir dan merupakan kekuatan
pendorong dalam perilaku. Karena kondisi ini adalah umum untuk semua orang dan
itu bukan tanda kelemahan atau kelainan. Adler mengusulkan bahwa perasaan
rendah diri adalah sumber dari semua perjuangan manusia dan kekuatan yang
menentukan perilaku kita. Kemajuan individu, pertumbuhan, dan hasil
pengembangan dari upaya kita untuk menutupi kelemahan perasaan rendah diri
kita, baik nyata atau dibayangkan.
Alfred Adler mengungkapkan bahwa terjadinya
gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri (inferiority
complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah diri adalah
kegagalan didalam mencapai kepuasan di dalam hidup. Kegagalan yang
terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi.
Adler mengembangkan teori tentang
perasaan rendah diri (inferiority complex)
tersebut, seperti :
1.
Inferiority
Complex (Perasaan
Tidak Mampu)
Kondisi yang berkembang di saat seseorang tidak dapat
menutupi kelemahan perasaan rendah dirinya.
Inferiority complex ini muncul karena 3 sumber, yaitu
:
-
Organic
Inferiority (ketidakmampuan
secara organic)
Adler mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya mempunyai kelemahan
organis. Berbeda dengan hewan, manusia tidak dilengkapi dengan alat-alat tubuh
untuk melawan alam. Kelemahan-kelemahan organis inilah yang justru membuat
manusia lebih unggul dari makhluk-makhluk lainnya, karena mendorong manusia
untuk melakukan kompensasi (menutupi kelemahan).
Kelemahan
fisik ini
juga menimbulkan perasaan rendah diri. Individu yang jiwanya tidak sehat mengembangkan
perasaan rendah
dirinya secara berlebihan dan berusaha menutupi kelemahannya dengan membuat tujuan menjadi individu yang unggul.
-
Spoiling (dimanja)
Memanjakan
anak juga dapat membawa rasa rendah diri. Anak manja adalah pusat perhatian di
rumah. Setiap kebutuhan atau keinginan mereka selalu di puaskan, dan sedikit
yang membantah mereka. Mereka tidak
pernah belajar untuk menunggu apa yang mereka inginkan, mereka juga tidak
pernah belajar untuk mengatasi kesulitan atau menyesuaikan dengan kebutuhan
orang lain.
-
Neglect (diabaikan(
Sangat mudah
untuk memahami bagaimana diabaikan, tidak diinginkan, dan anak-anak yang
ditolak dapat mengembangkan rasa rendah diri. Masa bayi dan masa kanak-kanak
mereka ditandai oleh kurangnya cinta dan keamanan karena orang tua mereka tidak
peduli atau bermusuhan. Akibatnya, anak-anak ini mengembangkan perasaan rendah
diri atau tidak berharga, bahkan marah dan melihat orang lain dengan
ketidakpercayaan.
2.
Superiority Complex (Perasaan Cepat Puas)
Kondisi
yang berkembang ketika seseorang menutupi kelemahan perasaan rendah dirinya
secara berlebihan. Superiority complex adalah sifat
seseorang yang haus akan kesempurnaan tapi tentu setiap manusia di ciptakan
dengan tidak sempurna dan memiliki kelemahan. Dan bagi orang-orang yang
memiliki superiority complex segala kelemahan harus dihilangkan. Karena mereka
tidak bisa menghilangkan segala kelemahan itu (inferiority complex) maka mereka
melupakan segala kelemahan itu dan menjadi superiority complex untuk
menghilangkan rasa sakit dari kelemahan dan ketakutan tersebut.
Alfred Adler menambahkan bahwa manusia normal
seharusnya tidak memiliki superiority complex (termasuk yang tersembunyi)
bahkan seharusnya dia tidak merasakan dirinya sebagai seorang yang superior. Orang yang memiliki superiority
complex merasa puas dalam diri serta unggul dan menunjukkan tidak perlu untuk
menunjukkan kelebihan mereka dengan prestasi. Orang dengan perasaan cepat puas
dapat menimbulkan kesombongan diri,
keegoisan, menolak untuk bekerja sama, dan cenderung untuk merendahkan orang lain.
VI.
Issue of Human
Sistem Adler menggambarkan harapan dan gambaran
memuji dari sifat alamiah seorang manusia yang berkebalikan dengan sudut
pandang Freud yang suram. Gambaran Adler sangat optimis tentang sifat alamiah
manusia. Adler berpendapat bahwa manusia tidak didorong oleh dorongan alam
bawah sadar. Kita memiliki kebebasan untuk membentuk dorongan sosial yang
mempengaruhi kita dan menggunakannya secara kreatif untuk membangun gaya hidup
yang unik.
Meskipun, dalam pandangan Adler, beberapa aspek
alamiah manusia merupakan bawaan lahir—contohnya, kemampuan ketertarikan sosial
dan usaha untuk mencapai kesempurnaan. Pengaruh masa kecil merupakan sesuatu
yang penting, terlebih lagi urutan kelahiran dan interaksi dengan orang tua
kita, tapi kita bukanlah korban dari kejadian masa kecil. Sebaliknya, kita
menggunakan hal itu untuk membangun gaya hidup kita nanti. Adler melihat setiap
orang berusaha untuk mencapai kesempurnaan, dan Ia melihat kemanusiaan dengan
cara yang mirip; dia optimis tentang kemajuan social
VII.
Assessment
in Adler's Theory
Adler mengembangkan
teorinya dengan menganalisa pasien-pasiennya, sama seperti Freud. Tetapi,
pendekatan yang dilakukan oleh Adler lebih informal dan lebih santai dari
Freud. Adler dan pasiennya duduk berhadapan dan berbicara satu sama lain
seperti berbicara dengan teman akrab.
Adler menyarankan
bahwa cara-cara kita menggunakan tubuh kita mengindikasikan sesuatu dari gaya
kehidupan kita. Adler menaksir kepribadian para pasiennya dengan meneliti semua
hal tentang mereka; cara mereka berjalan dan makan, cara mereka berjabat
tangan, bahkan cara tidur mereka. Misalnya, menurut Adler, orang yang tidur
meringkuk seperti dalam posisi bayi menunjukkan bahwa seseorang tersebut adalah
orang yang takut untuk bersosialisasi dengan orang lain.
·
Early Recollections
Menurut Adler,
kepribadian kita dibentuk sejak 4 atau 5 tahun pertama. Early recollections, yaitu memori kita dari periode awal tersebut,
menunjukkan gaya kehidupan kita yang kita lanjutkan sebagai karakter di masa
dewasa. Adler menemukan perbedaan jika early
recollections berasal dari kejadian nyata
atau hanya berupa khayalan.
·
Dream Analysis
Adler sepakat dengan
Freud bahwa nilai-nilai mimpi dapat menjelaskan kepribadian. Adler percaya
bahwa mimpi melibatkan perasaan kita tentang suatu masalah dan apa yang kita ingin
lakukan terhadap masalah tersebut.
Di dalam khayalan
yang ada di dalam mimpi kita, kita percaya bahwa kita mampu melewati hambatan
yang sulit atau menyederhanakan masalah yang sangat kompleks. Maka dari itu,
mimpi tersusun dari pandangan akan masa sekarang dan masa depan, bukan terhadap
konflik dari masa lalu.
Mimpi seharusnya
tidak pernah diinterprestasikan tanpa pengetahuan dan situasi orang tersebut.
Mimpi adalah sebuah manifestasi dari gaya kehidupan seseorang dan unik untuk
setiap individu.
Menurut Adler,
bermimpi sedang jatuh menandakan bahwa keadaan emosional seseorang sedang
labil, seperti ketakutan akan hilangnya percaya diri. Bermimpi sedang terbang
menandakan seseorang tersebut mempunyai ambisi yang kuat dan ingin menjadi
lebih baik dari orang lain. Mimpi sedang dikejar menandakan kelemahan
berinteraksi dengan orang lain.
·
Measures of Social Interest
Adler tidak
mempunyai kemauan untuk menggunakan tes psikologis untuk menaksir kepribadian.
Sebaliknya, Adler berpikir bahwa terapis yang sebaiknya mengembangkan wawasan
mereka.
Para psikolog telah
mengembangkan tes untuk mengukur konsep Adler dalam ketertarikan sosial. The Social Interest Scale (SIS) terdiri
dari beberapa pasangan kata sifat. Peserta penelitian memilih kata-kata
tersebut dari setiap pasangan kata mana yang paling mampu menjelaskan
kepribadian mereka, seperti kata-kata suka membantu, simpatik, dan lain
sebagainya. The Social Interest Index
(SII), menggunakan pernyataan seperti 'saya tidak keberatan untuk membantu
teman saya' telah dipilih untuk merefleksikan ide Adler dan untuk
mengindikasikan kemampuan seseorang untuk menerima dan bekerjasama dengan yang
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar