Jumat, 20 Juni 2014

Alfred Adler




I.                   Definisi Kepribadian Adler
Alfred Adler merupakan salah satu tokoh psikoanalisis yang mengembangkan metodenya sendiri. Alfred Adler berpendapat bahwa manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial. Manusia selalu menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kerjasama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri. Sumbangan teori keribadian Adler yaitu: Dorongan sosial adalah sesuatu yang di bawa sejak lahir; konsep mengenai diri kreatif; dan keunikan tentang kepribadian. Alfred Adler berpendapat bahwa setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif-motif, sifat-sifat, minat-minat dan nilai-nilai. Berikut merupakan hasil dari pemikiran Adler tentang kepribadian.
Teori-teori psikoanalitik merupakan teori kepribadian yang dilandaskan atas dasar biologis manusia. Selain atas dasar biologis, teori kepribadian juga dilandaskan oleh pengaruh sosial. Menurut ilmu-ilmu sosial, individu merupakan produk dari masyarakat dimana ia hidup. Kepribadian orang lebih dibentuk oleh lingkungan sosial dan budaya (Hall & Lindzey 1993:238). Salah satu tokoh yang memandang kepribadian merupakan bentukan sosial adalah Alfred Adler, sehingga Alfred Adler dianggap sebagai bapak psikologi sosial baru (Hall & Lindzey 1993:238).

II.                Struktur Kepribadian
·         Finalisme Fiktif
Adler terpengaruh filsafat hans Vaihinger yang mengembangkan gagasan akan gamabaran fiktif. Gambaran-gambaran fiktif ini misalnya: “semua manusia diciptakan sama”;  “kejujuran adalah politik yang paling baik”; “tujuan membenarkan sarana”, dan lain-lain.
Adler menemukan ide bahwa manusia lebih dimotivasi oleh harapan-harapannya tentang masa depan daripada masa lampau. Misalnya apabila orang percaya bahwa ada surga bagi orang baik dan neraka bagi orang jahat, maka perilaku akan terdorong oleh kepercayaan-kepercayaan tersebut.  Tujuan akhir itu berupa suatu fiksi yang tidak mungkin secara realistis dilakukan.

·         Perjuangan ke arah Superioritas
Adler memberi kesimpulan bahwa agresif itu lebih penting dari pada seksualitas. Kemudian impuls agresif itu diganti dengan “hasrat dan kekuasaan”. Karena itu tujuan akhir manusia menurut Adler yaitu : Menjadi Agresif, menjadi berkuasa, dan menjadi superior. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Ia merupakan dorongan kuat ke atas. Perjuangan ini sifatnya bawaan, dan merupaka bagian dari hidup. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu membawa sang pribadi dari satu tahap perkembangan ke perkemabangan lainnya.

·         Inferoritas dan Kompensasi
Adler mengemukakan bahwa yang menentukan letak gangguan tertentu adalah inferoritas dasar pada bagian itu, suatu inferoritas yang timbul karena hereditas maupun karena kelainan sesuatu dalam perkembangan. Selanjutnya ia mengamati orang cacat sering kali mengkompensasikan kelemahan itu dengan jalan memperkuat latihan secara intensif, misalnya Theodore Roosevelt yang lemah pada masa mudanya, tetapi berkat latihan yang sistematik akhirnya menjadi orang yang berfisik tegap.
Perasaan inferoritas merupakan perasaan yang muncul akibat kekurangan psikologis atau sosial yang dirasakan secara subjektif maupun yang muncul dari kelemahan atau cacat tubuh. Adler menyatakan inferoritas dengan “feminitas” dan kompensasinya disebut “protes maskulin”.
Adler menyatakan bahwa inferiritas bukan suatu tanda abnormalitas; melainkan penyebab segala bentuk penyempurnaan dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, manusia di dorong oleh kebutuhan untuk mengatasi inferoritasnya dan ditarik hasrat menjadi superior. Bagi Adler tujuan hidup adalah kesempurnaan bukan kenikmatan.

III.             Proses Terbentuknya Teori Kepribadian Adler
Masa kanak-kanak awal diwarnai dengan penyakit yang Adler derita, ketakutan akan kematian, juga iri terhadap saudara laki-laki dia(abang). Adler mendeita penyakit Rakhitis yang membuat dia tidak dapat bermain dengan teman-teman sebayanya. Saat berumur 3 tahun, adik dari Adler yang tidur di sebelah tempat tidurnya meninggal dunia. Saat berumur 4 tahun, Adler juga hampir meninggal dikarenakan penyakit Pneumonia. Hal ini menjadi motivasi Adler kecil untuk menjadi seorang dokter.
Sejak kecil Adler lebih dekat terhadap ayahnya dibandingkan dengan ibunya, oleh karena itu pengalaman dari Adler secara tidak langsung menolak akan teori Freud. Adler merasa iri terhadap abangnya yang memiliki kesehatan dan keahlian olahraga yang lebih. Adler membandingkan dirinya dan anak-anak yang, dan merasa rendah diri karena melihat semua teman sebayanya yang terlihat lebih sehat daripada dirinya. Sebagai hasilnya, dia bekerja keras untuk mengatasi perasaan rendah dirinya serta ingin mengatasi kekurangannya dalam hal fisik. Ketika dia berhasil mengatasi kekurangannya ini dan dapat meraih kemenangan dalam sebuah permainan maupun olahraga, dia mendapat pengakuan dari teman-teman sekitarnya. Dia mengembangkan hubungan pertemananannya ini dan terus memelihara hubungan pertemanannya ini sepanjangan hidupnya.
Di sekolahnya(sekolah yang sama dengan Freud) Adler terlihat biasa-biasa saja. Gurunya memberikan saran pada orang tuanya, agar Adler dapat menjadi seorang pembuat sepatu. Akan tetapi Adler tetap bersikeras untuk belajar, sehingga seorang Adler yang tadinya dikenal sebagai siswa gagal menjadi siswa terbaik di kelasnya. Jika kita lihat secara global, masa kecil dari Alfred Adler dipenuhi dengan tragedi.
Adler menulis tentang Organ Inferiority, karangan yang menyebabkan putus hubungannya dengan Freud, teori tentang adanya inferiority karena sifat manusia yang ingin mengatasi kekurangan fisiknya, bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki kelemahan organis dan inferioritas hadir dalam diri setiap manusia. Dengan kelemahan inilah manusia melakukan kompensasi yaitu menutupi kelemahannya.
Teori Adler berpendapat bahwa dorongan seseorang untuk mencapai kesempurnaan (striving for perfection) yang menentukan siapa manusia itu sekarang, dan masa lalu tidak sepenuhnya menciptakan style of life. Pengalaman merupakan contoh dari teori kepribadian yang dia ciptakan, mengatasi kelemahannya di masa kecil dan rasa rendah diri yang dapat membentuk masa depannya.
IV.             Perkembangan Kepribadian Menurut Alfred Adler
Perkembangan Kepribadian menurut Alfred Adler bukan mencakup perkembangan usia pada perseorangan (Personal). Tetapi, Adler mengelompokkan perkembangan Kepribadian melalui Birth Order (Urutan Kelahiran).
Kepribadian Menurut Urutan Kelahiran
Adler menganggap, urutan kelahiran dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam membentuk kepribadian seseorang, urutan-urutan tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan dalam menginterpretasikan setiap pengalaman yang didapat.
·         Anak Sulung
Keadaaan menjadi anak sulung, akan  membentuk beberapa efek atau dampak yang mempengaruhi terhadap kepribadian anak tersebut. Adler menggambarkan; anak sulung mendapat perhatian yang utuh dari orangtuanya, sampai perhatian itu terbagi saat ia mendapatkan adiknya. Perhatian dari orang tua cenderung membuat anak memiliki perasaan mendalam untuk menjadi superior atau kuat, kecemasan tinggi dan terlalu dilindungi. Saat kelahiran adiknya, menimbulkan dampak traumatik kepada anak sulung yang turun tahta sebagai anak tunggal. Peristiwa ini mengubah situasi dan mengubah cara pandangnya terhadap dunia sekitarnya.
Pembentukan kepribadian setelah kelahiran adiknya dapat membentuk tanggung jawab kepada orang lain, melindungi orang lain, atau bahkan merasa sebaliknya, ia dapat menjadi merasa tidak aman dan miskin interes sosial. Bila kelahiran tersebut berjarak 3 tahun atau lebih, maka ia akan marah karena ia harus mengakui adiknya, beberapa faktor yang telah dimiliki oleh pengalaman sebelumnya bergabung sebagai interpretasi pengalamannya, bila persiapan dan interes sosialnya baik maka ia akan mengembangkan sikap kooperatif dan ia akan memakai gaya kooperatif itu kepada adiknya. Bila kelahiran adiknya sebelum dia berusia 3 tahun maka kemarahan dan kebencian itu semakin besar dan tidak disadari. Sikap itu menjadi resisten dan sulit diubah pada orang dewasa.

·         Anak Kedua
 Anak kedua biasanya memulai hidup dalam situasi yang lebih baik untuk mengembangkan kerjasama dan minat sosial. Pada tahap tertentu, kepribadian anak dibentuk melalui pengamatannya terhadap sikap kakanya. Jika sikap kakaknya penuh kemarahan dan kebencian, anak kedua mungkin menjadi sangat kompetitif, atau menjadi penakut dan sangat kecil hati. Umumnya anak kedua tidak mengembangkan kedua arah itu, tetapi masak dengan dorongan kompetisi yang baik, memiliki keinginan yang sehat untuk mengalahkan kakaknya. Jika dia banyak mengalami keberhasilan, anak akan mengembangkan sikap revolisioner dan merasa bahwa otoritas itu dapat dikalahkan.

·         Anak Bungsu
Anak bungsu seringkali dimanja, sehingga beresiko tinggi menjadi anak bermasalah. Mudah terdorong pada perasaan inferior yang kuat dan tidak mampu berdiri sendiri. Namun demikian ia mempunyai banyak keuntungan, ia termotivasi untuk selalu mengungguli kakak-kakaknya dan menjadi anak yang ambisius.

·         Anak Tunggal
 Anak tunggal mempunyai posisi unik dalam berkompetisi, tidak dengan saudara-saudaranya melainkan dengan kedua orangtuanya. Mereka sering mengembangkan perasaan superior berlebihan, konsep diri rendah dan perasaan bahwa dunia adalah tempat yang berbahaya bila kedua orangtuanya terlalu menjaga kesehatannya. Adler menyatakan bahwa anak tunggal mungkin kurang baik mengembangkan kerjasama dan minat sosial, memiliki sifat parasit, dan mengharapkan perhatian untuk melindungi dan memanjakannya.

V.                Psikopatologi menurut Adler
Inferiority feelings adalah salah satu dari banyak istilah dari psikologi yang telah muncul ke dalam penggunaan sehari-hari. Adler percaya bahwa perasaan rendah diri selalu hadir dan merupakan kekuatan pendorong dalam perilaku. Karena kondisi ini adalah umum untuk semua orang dan itu bukan tanda kelemahan atau kelainan. Adler mengusulkan bahwa perasaan rendah diri adalah sumber dari semua perjuangan manusia dan kekuatan yang menentukan perilaku kita. Kemajuan individu, pertumbuhan, dan hasil pengembangan dari upaya kita untuk menutupi kelemahan perasaan rendah diri kita, baik nyata atau dibayangkan.
Alfred Adler mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri (inferiority complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah diri adalah kegagalan didalam mencapai kepuasan di dalam hidup. Kegagalan yang terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi.
Adler mengembangkan teori tentang perasaan rendah diri (inferiority complex) tersebut, seperti :
1.      Inferiority Complex (Perasaan Tidak Mampu)
Kondisi yang berkembang di saat seseorang tidak dapat menutupi kelemahan perasaan rendah dirinya.
Inferiority complex ini muncul karena 3 sumber, yaitu :
-          Organic Inferiority (ketidakmampuan secara organic)
Adler mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya mempunyai kelemahan organis. Berbeda dengan hewan, manusia tidak dilengkapi dengan alat-alat tubuh untuk melawan alam. Kelemahan-kelemahan organis inilah yang justru membuat manusia lebih unggul dari makhluk-makhluk lainnya, karena mendorong manusia untuk melakukan kompensasi (menutupi kelemahan).
Kelemahan fisik ini juga menimbulkan perasaan rendah diri.  Individu yang jiwanya tidak sehat mengembangkan perasaan rendah dirinya secara berlebihan dan berusaha menutupi kelemahannya dengan membuat tujuan menjadi individu yang unggul.
-          Spoiling (dimanja)
Memanjakan anak juga dapat membawa rasa rendah diri. Anak manja adalah pusat perhatian di rumah. Setiap kebutuhan atau keinginan mereka selalu di puaskan, dan sedikit yang membantah mereka. Mereka tidak pernah belajar untuk menunggu apa yang mereka inginkan, mereka juga tidak pernah belajar untuk mengatasi kesulitan atau menyesuaikan dengan kebutuhan orang lain.
-          Neglect (diabaikan(
Sangat mudah untuk memahami bagaimana diabaikan, tidak diinginkan, dan anak-anak yang ditolak dapat mengembangkan rasa rendah diri. Masa bayi dan masa kanak-kanak mereka ditandai oleh kurangnya cinta dan keamanan karena orang tua mereka tidak peduli atau bermusuhan. Akibatnya, anak-anak ini mengembangkan perasaan rendah diri atau tidak berharga, bahkan marah dan melihat orang lain dengan ketidakpercayaan.


2.      Superiority Complex (Perasaan Cepat Puas)

Kondisi yang berkembang ketika seseorang menutupi kelemahan perasaan rendah dirinya secara berlebihan. Superiority complex adalah sifat seseorang yang haus akan kesempurnaan tapi tentu setiap manusia di ciptakan dengan tidak sempurna dan memiliki kelemahan. Dan bagi orang-orang yang memiliki superiority complex segala kelemahan harus dihilangkan. Karena mereka tidak bisa menghilangkan segala kelemahan itu (inferiority complex) maka mereka melupakan segala kelemahan itu dan menjadi superiority complex untuk menghilangkan rasa sakit dari kelemahan dan ketakutan tersebut.
Alfred Adler menambahkan bahwa manusia normal seharusnya tidak memiliki superiority complex (termasuk yang tersembunyi) bahkan seharusnya dia tidak merasakan dirinya sebagai seorang yang superior. Orang yang memiliki superiority complex merasa puas dalam diri serta unggul dan menunjukkan tidak perlu untuk menunjukkan kelebihan mereka dengan prestasi. Orang dengan perasaan cepat puas dapat menimbulkan  kesombongan diri, keegoisan, menolak untuk bekerja sama,  dan cenderung untuk merendahkan orang lain.

VI.             Issue of Human
Sistem Adler menggambarkan harapan dan gambaran memuji dari sifat alamiah seorang manusia yang berkebalikan dengan sudut pandang Freud yang suram. Gambaran Adler sangat optimis tentang sifat alamiah manusia. Adler berpendapat bahwa manusia tidak didorong oleh dorongan alam bawah sadar. Kita memiliki kebebasan untuk membentuk dorongan sosial yang mempengaruhi kita dan menggunakannya secara kreatif untuk membangun gaya hidup yang unik.
Meskipun, dalam pandangan Adler, beberapa aspek alamiah manusia merupakan bawaan lahir—contohnya, kemampuan ketertarikan sosial dan usaha untuk mencapai kesempurnaan. Pengaruh masa kecil merupakan sesuatu yang penting, terlebih lagi urutan kelahiran dan interaksi dengan orang tua kita, tapi kita bukanlah korban dari kejadian masa kecil. Sebaliknya, kita menggunakan hal itu untuk membangun gaya hidup kita nanti. Adler melihat setiap orang berusaha untuk mencapai kesempurnaan, dan Ia melihat kemanusiaan dengan cara yang mirip; dia optimis tentang kemajuan social
VII.          Assessment in Adler's Theory
Adler mengembangkan teorinya dengan menganalisa pasien-pasiennya, sama seperti Freud. Tetapi, pendekatan yang dilakukan oleh Adler lebih informal dan lebih santai dari Freud. Adler dan pasiennya duduk berhadapan dan berbicara satu sama lain seperti berbicara dengan teman akrab.
Adler menyarankan bahwa cara-cara kita menggunakan tubuh kita mengindikasikan sesuatu dari gaya kehidupan kita. Adler menaksir kepribadian para pasiennya dengan meneliti semua hal tentang mereka; cara mereka berjalan dan makan, cara mereka berjabat tangan, bahkan cara tidur mereka. Misalnya, menurut Adler, orang yang tidur meringkuk seperti dalam posisi bayi menunjukkan bahwa seseorang tersebut adalah orang yang takut untuk bersosialisasi dengan orang lain.
·         Early Recollections
Menurut Adler, kepribadian kita dibentuk sejak 4 atau 5 tahun pertama. Early recollections, yaitu memori kita dari periode awal tersebut, menunjukkan gaya kehidupan kita yang kita lanjutkan sebagai karakter di masa dewasa. Adler menemukan perbedaan jika early recollections berasal dari kejadian nyata atau hanya berupa khayalan.
·         Dream Analysis
Adler sepakat dengan Freud bahwa nilai-nilai mimpi dapat menjelaskan kepribadian. Adler percaya bahwa mimpi melibatkan perasaan kita tentang suatu masalah dan apa yang kita ingin lakukan terhadap masalah tersebut.
Di dalam khayalan yang ada di dalam mimpi kita, kita percaya bahwa kita mampu melewati hambatan yang sulit atau menyederhanakan masalah yang sangat kompleks. Maka dari itu, mimpi tersusun dari pandangan akan masa sekarang dan masa depan, bukan terhadap konflik dari masa lalu.
Mimpi seharusnya tidak pernah diinterprestasikan tanpa pengetahuan dan situasi orang tersebut. Mimpi adalah sebuah manifestasi dari gaya kehidupan seseorang dan unik untuk setiap individu.
Menurut Adler, bermimpi sedang jatuh menandakan bahwa keadaan emosional seseorang sedang labil, seperti ketakutan akan hilangnya percaya diri. Bermimpi sedang terbang menandakan seseorang tersebut mempunyai ambisi yang kuat dan ingin menjadi lebih baik dari orang lain. Mimpi sedang dikejar menandakan kelemahan berinteraksi dengan orang lain.
·         Measures of Social Interest
Adler tidak mempunyai kemauan untuk menggunakan tes psikologis untuk menaksir kepribadian. Sebaliknya, Adler berpikir bahwa terapis yang sebaiknya mengembangkan wawasan mereka.
Para psikolog telah mengembangkan tes untuk mengukur konsep Adler dalam ketertarikan sosial. The Social Interest Scale (SIS) terdiri dari beberapa pasangan kata sifat. Peserta penelitian memilih kata-kata tersebut dari setiap pasangan kata mana yang paling mampu menjelaskan kepribadian mereka, seperti kata-kata suka membantu, simpatik, dan lain sebagainya. The Social Interest Index (SII), menggunakan pernyataan seperti 'saya tidak keberatan untuk membantu teman saya' telah dipilih untuk merefleksikan ide Adler dan untuk mengindikasikan kemampuan seseorang untuk menerima dan bekerjasama dengan yang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar